Sumber: dowebsi.com
Kritis 1998 sebagai titik balik Indonesia menjadi sebuah negara dan bangsa. Nilai rupiah kepada dolar turun mencolok serta perekonomian Indonesia lantas rubuh. Banyak aktor upaya yang harus menelan pil pahit sampai tutup usahanya. Cuma beberapa yang dapat bertahan. Dari sejumlah aktor upaya yang dapat bertahan, Sukanto Tanoto yakni diantaranya.
Sukanto Tanoto adalah pimpinan group usaha Royal Golden Eagle dengan unit usahanya yang beraneka mulai dengan sawit sampai pabrik kertas. Tetapi biarpun RGE telah menjelma jadi raksasa usaha, hal semacam itu tak membuat tahan dari kritis. Kritis ekonomi yang menempa Indonesia di tahun 1998 juga membikin Sukanto Tanoto mesti berhutang sampai Rp 2,1 triliun. Bahkan juga pada waktu itu dia pun terpaksa tutup satu diantaranya perusahaannya, PT Pokok Indorayon Inti.
Meskipun ditempatkan dengan ujian yang demikian berat, Sukanto Tanoto tidak berserah. Dia lantas lagi usaha dan mengganti trik buat dapat menjaga usaha yang udah dibuatnya.
Varietas Usaha yang Lebih Luas
Penganeragaman jadi langkah mustajab dalam mendesak resiko. Dengan merusak asset atau menciptakan bisnis di banyak bidang yang beda, hal semacam itu menolong tingkatkan ketahanan perusahaan kepada resiko.
Langkah barusan digunakan Sukanto Tanoto untuk menjaga usahanya. Tidak cuma focus pada satu usaha, dia memperlebar usaha yang dikerjakannya. Walau begitu, sebatas membuat bisnis baru terang tidak menolong. Buat tersebut, Sukanto Tanoto membentuk bisnis baru yang dianggap menjanjikan di ketika itu.
Di waktu itu, Sukanto Tanoto menyaksikan ada kesempatan dalam usaha serat viskosa. Serat viskosa diketahui lebih ramah lingkungan dan pas jadi sebagai bahan untuk bikin baju. Lihat kemungkinan itu, Sukanto Tanoto memutus untuk buka pabrik rayon di propinsi Jiangxi, Cina. Sampai saat ini, usaha viscose rayon punya Sukanto Tanoto ini lantas masih bertahan bahkan juga lagi berkembang.
Tidak cuman melaksanakan penganekaragaman usaha dengan buka pabrik rayon di Cina, Sukanto Tanoto pula masuk sejumlah area usaha lain seperti property dan energi.
Pengembangan ke Luar Negeri
Kritis ekonomi yang menempa Indonesia di tahun 1998 memanglah tidak sekedar menempa tanah air saja. Beberapa negara di Asia pula mengenyam soal sama. Tetapi di belahan bumi lainnya, keadaan ekonomi termasuk cukuplah baik.
Sebelumnya kritis, Sukanto Tanoto condong lebih focus pada pasar dalam negeri. Tapi memandang keadaan ekonomi yang masih belum konstan dan daya membeli masih rendah, sukar untuk cetak keuntungan dari pasar dalam negeri.
Untuk menjaga usahanya, Sukanto Tanoto juga mengembangkan sayap ke luar negeri. Tidak cuman bangun pabrik rayon di Cina, dia mengakuisisi perkebunan eucalyptus dan pabrik pulp di Brazil. Masalah ini dijalankan bukan sekedar buat menguatkan usaha kertas yang sudah dilakukan. Dengan pabrik yang berada di Brazil, Sukanto Tanoto bisa pula menyentuh pasar yang semakin lebih luas.
Trik usaha yang diaplikasikan Sukanto Tanoto dalam hadapi kritis cukup efisien. Secara perlahan-lahan, usahanya bertambah lebih baik. Dia juga selanjutnya dapat terlepas dari perawatan BPPN (Tubuh Penyehatan Perbankan Nasional).
Akan tetapi lepas dari siasat usaha yang diaplikasikan Sukanto Tanoto, semangatnya untuk selalu usaha yakni kunci pokok dalam melintasi kritis. Waktu berada banyak pelaksana usaha yang pilih berserah dan tutup usahanya, Sukanto Tanoto memutuskan untuk tetap maju.
Upaya Sukanto Tanoto ini juga memetik imbalan yang paling seimbang. Tidak cuman bisa bertahan dari kritis, kelompok usaha Royal Golden Eagle yang dia memimpin menjelma jadi raksasa yang makin besar dari awalnya.